BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehidupan masa remaja senantiasa
menarik untuk dibicarakan dikarenakan kompleksnya permasalahan-permasalahan
yang ada di dalamnya. Ibarat sebuah rumah jika kehidupan masa anak adalah
pondasi yang menentukan masa depan selanjutnya, maka pada masa remaja individu
bagai rumah yang sudah terbentuk dan pada masa dewasa, rumah tiak lagi
mengalami perubahan yang mendasar. Masa transisi antara masa anak dan masa
dewasa ini sering kalu menimbulkan kegelisahan. Tak heran kalau G. Stanley Hall
dalam Mappiare (1982), seorang yang disebut sebagai Bapak Psikologi Remaja
illmiah menyebut masa ini sebagai “storm
dan stress”. Masa peralihan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dalam
penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosialnya. Hal ini
disebabkan karena remaja bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum dewasa dan
remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa sedangkan lingkungan menganggap
bahwa remaja belum waktunya untuk diperlakukan sebagai orang dewasa.
Seseorang individu dalam merespon
sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan
objektif. Akan tetapi,disaat-saat tertentu dalam kehidupannya dorongan
emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh Karen itu, untuk
memahami remaja memang perlu mengetahui apa yang ia lakukan dan pikirkan. Di
samping hal itu hal yang lebih penting untuk diketahui adalah apa yang mereka
rasakan. Emosi remaja mengalami perkembangan yang berpengaruh terhadap tingkah
lakunya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud emosi?
2. Bagaimana
karakteristik perkembangan emosi remaja?
3. Apa
factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja?
4. Bagaimana
penagruh emosi terhadap tingkah laku?
5. Bagaimana
perbedaan individual dalam perkembangan emosi?
6. Bagaimana
upaya pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam penyelenggaraan
pendidikan
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian emosi
2. Mengetahui
karakteristik perkembangan emosi remaja
3. Memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja
4. Mengetahui
pengaruh emosi terhadap tingkah laku
5. Mengetahui
perbedaan individual dalam perkembangan emosi
6. Memahami
upaya pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam penyelenggaraan
pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Emosi
Perbuatan atau perilaku
kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti
perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang atau tidak
senang yang terlalu menyertai perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif.
Warna efektif ini kadang-kadang kuat,
kadang-kadang lemah atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal
warna efektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam,
lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982:59) di samping
perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh emosi lain adalah gembira,
cinta, marah, takut, cemas, dan benci.
Emosi merupakan gambaran perasaan atau
suasana bathin seseorang yang diekspresikan melalui tindakan. Emosi dan
perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan diantaranya tidak dapat
dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional
yang secara kualitatif berkelanjutan akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada
suatu saat suatu warna efektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat
juga dikatakan sebagai emosi. Contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk
diam. Jadi, sukar sekali kita mendifinisikan emosi. Menurut Crow & Crow
(1958) pengertian emosi itu adalah sebagai berikut:
“ an
emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner
adjustment and mental and physiological stirred up states in the individual,
and that shows it self in his overt behavior.”
Jadi, emosi adalah pengalaman afektif yang
disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik
dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi adalah warna afektif yang kuat dan
ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi sering kali
terjadi perubahan-perubahan pada fisik, antara lain berupa:
1) Reaksi
elektris pada kulit: meningkat bila terpesona
2) Peredaran
darah: bertambah cepat bila marah
3) Denyut
jantung: bertambah cepat bila terkejut
4) Pernapasan:
bernafas panjang kalau kecewa
5) Pupil
mata: membesar bila marah
6) Liur:
mengering kalau takut atau tegang
7) Bulu
roma: berdiri kalau takut
8) Pencernaan:
mencret-mencret kalau tegang
9) Otot:
ketegangan atau ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor).
10) Komposisi
darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan
kelenjar-kelenjar lebih aktif.
B. Karakteristik
Perkembangan Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap
sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.meningginya emosi
terutama karena anak (laki-laki atau perempuan) berada di bawah tekanan sosial
dan mereka menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang
mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja
mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian remaja
mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha
penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola emosi masa remaja adalah sama
dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami
adalah: cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih
dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang
membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu
terhadap ungkapan emosi mereka.
Remaja sendiri menyadari bahwa
aspek-aspek emosional dalam kehidupan adalah penting ( Jersild, 197:133). Untuk
selanjutnya berikut ini akan di bahas beberapa kondisi emosional seperti:
cinta/kasih sayang, gembira, kemarahan dan permusuhan, katakutan dan kecemasan.
a.
Cinta/
kasih saying
Faktor penting dalam kehidupan
remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk
mendapatkan cinta dari orang lain.
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk
memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia
pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya.
Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang
mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah maka sikap
menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-ngolok mereka
pada waktu pertama kali mengolok-ngolok mereka karena mencukur kumisnya, adanya
perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
b.
Gembira
Pada umumnya individu dapat
mengingat kembali pengalaman yang menyenangkan yang dialami selama remaja. Jika
kita menghitung hal-hal yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai
cerita yang panjang dan lengkap tentang apa yang terjadi dalam perkembangan
emosional remaja.
Perasaan gembira dari remaja belum
banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas
peneliti daripada perasaan marah dan takut atau tingkah laku problema lain yang
memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila gejala sesuatunya
berlangsung dengan baik dan para remaja dengan baik dan para remaja akan
mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia
jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan(diterima) oleh yang dicintai.
c.
Kemarahan
dan Permusuhan
Sejak masa kanak-kanak, rasa marah
telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mancapai dan memiliki kebebasan
sebagai seorang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting
di antara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan
kepribadian. Pertama, di antara
emosi-emosi ini adalah cinta, dimana kita ketahui bahwa dicintai dan mencintai
adalah gejala emosi bagi perkembangan pribadi yang sehat. Rasa marah juga
penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya seseorang mepertajam
tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri.
Mendekati saat mencapai remaja, dia
telah melalui banyak fase dalam perkembangan emosional, antara lain dalam
kaitannya dengan perbuatan marah dan cara menyatakan kemarahan itu.
Kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan timbulnya rasa marah kurang lebih sama,
tetapi ada beberapa perubahan sehubungan dengan pertambahan umurnya dan
kondisi-kondisi tertentu yang
menimbulkan rasa marah atau meningkatnya penguasaan kendali emosional.
Banyaknya hambatan yang menyebabkan anak kehilangan kendali terhadap rasa
marah, sedikit berpengaruh pada kehidupan emosional remaja. Tetapi rasa marah
tersebut terus akan berlanjut pemunculanya apabila minat-minatnya,
rencana-rencananya dan tindakan-tindakannya di rintangi.
Dalam upaya memahami remaja, ada
empat factor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.
1. Adanya
kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki
dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2. Pertimbangan
penting lainnya adalah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya
merupakan subyek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi
juga mempunyai sikap-sikap dimana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan
yang meliputi sisa kemarahan masa lalu.
3. Sering
kali perasaan marah sengaja di sembunyikan dan sering kali tampak dalam bentuk
yang sama-samar. Bahkan seni dari kinta mungkin di pakai sebagai alat
kemarahan.
4. Kemarahan
mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan
aspek yang sangat penting dan juga paling sulit di pahami.
d.
Ketakutan
dan Kecemasan.
Menjelang anak mencapai masa
remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi
pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut terdahulu
telah teratasi, teteapi masih banyak yang tetapn ada. Banyak
ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa
berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Semua remaja sedikit banyak takut
terhadap waktu. Beberapa diantara mereka merasa takut hanya pada
kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang mengalami rasa takut
secara berulang-ulang dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari, atau karena
mimpui-mimpi, atau karena fikiran-fikiran mereka sendiri. Beberapa orang dapat
mengalami rasa takut sampai berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri
emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu 12-15 tahun dan 15-18 tahun.
Ciri-ciri emosional remaja berusia
12-1 tahun:
1. Pada
usia ini seorang siswa atau anak cenderung banyak murung dan tidak dapat
diterka.
2. Siswa
mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya
diri.
3. Ledakan-ledakan
kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini sering terjadi terjadi sebagai akibat
dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan
karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang
tidak cukup.
4. Seorang
remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya
sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
5. Siswa-siswa
di smp mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan
mungkin mrnjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap
serba tahu.
Ciri-ciri
emosioal remaja usia 1-18 tahun:
1. “pemberontakan”
remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal
dari maa kanak-kanak- ke dewasa.
2. Karena
bertambahbnya kebebasan mereka, banyak remaja yag mengalami konflik dengan
orang tua mereka.
3. Siswa
pada usia ini sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka. Benyak
diantara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri Dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi
anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor
kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960: 266). Reaksi emosional yang tidak
muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, raksi tersebut mungkin akan
muncul di kemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan
belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Perkembangan intelelektual
menghasilkan kemampuan untuk memahami mekna yang sebelumnya tidak
dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama,
dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan
mengingat mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian anak-anak menjadi
reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia
yang lebih muda.
Perkembangan kelenjar endokrin
pointing untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan
produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap
stres. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara
tajam segera setelah bayi lahir. Tidal alam kemudian kelenjar itu membesar lagi
dan membesar dengan pesat sampai anak berusia 5 tahun, pembesarannya melambat pda
usia 5 smpai 11 tahun, dan membesar
lebih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun. Pada usia 16 tahuin kelenjar
tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Hanya sedikit
adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar.
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi, antara lain:
1) Belajar
dengan coba-coba
Anak belajar coba-coba untuk
mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar
kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau tidak
sama sekali memberikan kepuasan. Cara belajar ini lebih umum digunakan pada
masa kanak-kanak awal dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi sepanjang
perkembangannya tidak pernah ditinggalkan sama sekali.
2) Belajar
dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode
ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Contoh, anak yang peribut
mungkin menjadi marah terhadap teguran guru. Jika ia seorang anak yang popular
dikalangan teman sebayanya maka mereka juga akan ikut marah kepda guru
tersebut.
3) Belajar
dengan cara mempersamakan diri
Anak menirukan reaksi emosional orang
lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah
membangkitkan emosi orang yang ditiru. Di sini anak hanya menirukan orang yang
dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
4) Belajar
melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang
pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan
cara asosiasi. Pengkondisian dapat terjadi dengan mudah dan cepat pada
tahun-tahunawal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang
pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan kurang mengenal betapa
tidak rasionalnya reaksi mereka. Setelah melewati masa kanak-kanak, penggunaan
metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak
suka.
5) Pelatihan
atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi
Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang
dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak
dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan
dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang
membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.
D.
Pengaruh
Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut atau marah dapat
menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya
jantung berdetak/berdenyut, derasnya aliran darah atau tekanan darah, sitem
pencernaan mungkin berubah selama
pemunculan emosi. Cairan pencernaan atau getah lambung terpengaruh oleh
gangguan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai
alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak enak atau tertekan
menghambat/mengganggu pencernaan.
Di antara rangsangan yang meningkatkan
kegiatan belajar sekresi dari getah lambung adalah ketakutan-ketakutan yang
kronis, kegembiraan yang berlebihan, kecemasan-kecemasan, dan
kekuatiran-kekuatiran. Semua ini menyebabkan menurunnya kegiatan sistem
pencernaan dan kadang-kadang menyebabkan sembelit. Satu-satunya cara
penyembuhan yang efektif adalah menghilangkan penyebab dari ketegangan emosi.
Peradangan di dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit adalah
keadaan-keadaan yang dikenal karena karena terjadinya berhubungan dengan
gangguan emosi. Radang tidak dapat disembuhkan demikian juga diare atau
sembelit. Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan dalam
berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap.
Banyak situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi tenang.
E.
Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Emosi
Seiring meningkatnya usia, individu akan
lebih lunak dalam mengekspresikan emosi karena mereka telah mempelajari reaksi
orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu yang
menyenangkan. Selain itukarena mereka mengekang sebagian ekspresi emosi mereka,
emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama dari pada jika emosi itu diekspresikan
secara lebih terbuka. Oleh sebab itu ekspresi emosional mereka menjadi lebih
berbeda-beda.
Perbedaan ittu sebagian disebabkan oleh
keadaan fisik dan taraf kemampuan intelektualnya, serta kondisi lingkungan.
Remaja yang sehat cenderung kurang emosional dibanding dengan yang kurang
sehat. Ketika bereaksi dalam kelompok, remaja yang pandai akan bereaksi lebih
emosional terhadap rangsangan dibandingkan dengan remaja yang kurang pandai.
F. Upaya pengembangan Emosi Remaja pendidikan
Dalam kaitannya dengan
emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka
satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam
pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh
tanggung jawab. Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar
dengan jalan mencapai keberhasilan dalam tugas sekolah sehingga mereka menjadi
anak yang lebih tenang dan lebih mudah ditangani. Salah satu cara yang mendasar
adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Apabila ada ledakan
kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan
jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan,
memulai aktifitas baru. Jika kemarahan siswa tidak kunjung juga reda, guru
dapat meminta guru Bimbingan dan Konseling. Dalam diskusi kelas tekankan
pentingnya memperhatikan pandangan orang lain dalam meningkatkan panangan
sendiri. Kita hendaknya waspada terhadap siswa yang ambisius, berpendirian
keras, dan kaku yang suka mengintimidasi kelasnya sehingga tidak ada seseorang
yang berani tidak sependapat dengannya atau menentangnya.
Reaksi
seringkali terjadi pada diri remaja terhadap temuan-temuan mereka bahwa
kesalahan orang dewasa merupakan tantangan terhadap otoritas orang dewasa. Guru
perlu memahami alasan-alasan pemberontakannya, adalah sama pentingnya bagi
remaja untuk belajar mengendalikan dirinya, karena hidup di masyarakat adalah
juga menghormati dan menghargai keterbatasan dan kebebasan individual. Untuk
menunjukkan kematangan mereka, terutama remaja pria seringkali merasa terdorong
untuk menentang otoritas orang dewasa. Cara menghadapi pemberontakkan remaja
adalah mencoba mengerti mereka dan membimbing mereka untuk berprestasi sesuai
potensinya.
Remaja ada dalam
keadaan yang membingungkan dan serba sulit. Dalam banyak hal ia tergantung pada
orang tua dalam keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban memenuhinya,
tetapi belum mampu memelihara dirinya sendiri. Namun ia merasa ingin lepas dari
orang tuanya agar ia menjadi dewasa mandiri, sehingga aanya konflik dengan
orang tua tidak dapat dihindari. Apabila hal ini terjadi, para remaja mungkin
merasa bersalah yang selanjutnya dapat memperbesar jurang antara dia dengan
orang tua.
Siswa sekolah
menengah atas banyak mengisi pikirannya dengan hal-hal yang lain dari pada
tugas-tugas sekolah. Misalnya seks dan konflik dengan orang tua. Jadi
diperlukan pengendalian lingkungan untuk pembinaan pola emosi positif dan
menghilangkan emosi negatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi di atas,
dapat disimpulkan bahwa emosi adalah emosi merupakan gambaran perasaan atau
suasana bathin seseorang yang diekspresikan melalui tindakan. Pola emosi masa
remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara
normal dialami adalah: cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas,
cemburu, sedih dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat
rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang
dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Sejumlah penelitian tentang emosi anak
menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan
dan faktor belajar. Dimana, perkembangan
emosi ini berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Misalnya rasa takut atau
marah dapat menyebabkan seseorang gemetar.
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal
yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang
dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan
siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab, apabila ada ledakan
kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut.
B. Saran
Bagi para guru atau dan juga orang
tua, hendaknya dapat memahami perkembangan remaja sehingga kiranya dapat
membantu anak remaja dalam mengembangkan emosinya agar tidak kearah yang
negative.
DAFTAR
PUSTAKA
Halidu,
Salma. 2011. Bahan Ajar Mata Kuliah
Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo
Sunarto,
H dan Agung Hartono. 2008. Perkembangan
Peserta Didik. jakarta: PT. Rineka Cipta
Gusrini,
Vivi.2005. Pemecahan Konflik
Interpersonal Pada Remaja Yang Populer. Sumatera: Universitas Sumatera
Utara
s